Selasa, 08 Mei 2012

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL YANG MENCAKUP OTONOMI DAERAH


A.    POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL YANG MENCAKUP OTONOMI DAERAH

Pelaksanaan otonomi daerah kini memasuki tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau lazim disebut UU Otonomi Daerah (Otda). Perubahan yang dilakukan di UU No. 32 Tahun 2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat. Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini yaitu
memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan fungsifungsi
seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proporsional sehingga saling menunjang. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a. politik luar negeri,
b. pertahanan dan keamanan,
c. moneter/fiskal,
d. peradilan (yustisi),
e. agama.
Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional.
Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusanurusan
pemerintahan dengan eksternalitas lokal.

Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (Amandemen)disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atasdaerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atasKabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, danKota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat didaerah diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputiurusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan denganpelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan,pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. UU No. 32 Tahun 2004 mencoba mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala daerah, maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala daerah. Kewenangan DPRD itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan sekarang, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan
pertanggungjawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan Perda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah tertentu.

Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. Agar penyelengaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas. Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan berita
acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan.

Dalam UU No 32 Tahun2004 terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan public (masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami
peningkatan luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dari anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun 1999
dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih menyisakan banyak
kelemahan, tapi harus diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk menciptakan good governance (pemerintahan yang baik).

B. KEBERHASILAN POLSTRANAS
Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki :
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
3. Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
4. Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
5. Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
6. Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
7. IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.

C. CIVIC ASSOCIATION

Menurut asal-usul katanya, civics berasal dari kata Latin civis (jenis kata – genus communis generalis: masculinum atau femininum), yang berarti: warga, warganegara, sesame warganegara, sesama penduduk, orang setanah air, saudara, bawahan, kawula. Sejajar dengan kata itu ada kata lain, yaitu cives (jamak), yang berarti rakyat.

Dari kata civis terjelma pula kata civicus (genus: adiectum), yang berarti: dari (tentang) warganegara, penduduk, rakyat. Dari kata itu dikenal pula kata civilis atau civile yang berarti
sama. Selanjutnya, kata civis diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi civic (adj), dengan arti: mengenai warganegara atau kewarganegaraan. Dari kata itu diturunkan istilah civics (noun plural yang diterangkan atau dibentuk sebagai noun single). Di lingkungan ilmu Civics, istilah ini timbul sebagai hasil analogi dari istilah politics.

Civics dalam kerangka ilmu sosial
Karena subyek sekaligus obyeknya adalah warganegara, maka sebagian tugas Civics
serupa dengan Sosiologi, yakni menempatkan manusia di tengah peristiwa kemasyarakatan,
tetapi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-    Manusia merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan negara
-    Di dalam sejarah perkembangan kemasyarakatan, manusia adalah pendukung utama kebudayaan.
Manusia sebagai unsur terpenting di antara unsur-unsur lainnya tidak saja tampak dalam
sejarah, melainkan juga dalam tata kehidupan masa kini. Tanda-tanda khusus yang
membedakan manusia dari unsur lainnya ialah:
a) Manusia adalah organ yang hidup, berpikir dan selalu terikat sebagai anggota / warganegara suatu negara. Semua orang memiliki tanda kewarganegaraan tertentu (mereka yang karena suatu hal berstatus tanpa kewarganegaraan “stateless “tak termasuk dalam pembicaraan ini);
b) Manusia sebagai warganegara melaksanakan kedaulatan negara. Dalam hal ini, negara
memegang monopoli kekuasaan terhadap bentuk-bentuk kemasyarakatan. Warganegara
melaksanakan syarat-syarat penghidupan umum yang bersifat lahiriah dan menentukan
serta mempertahankan garis-garis besar kewajiban-kewajiban kemasyarakatan. Sebagai ilmu, Civics membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lain untuk dapat melaksanakan tugasnya. Selain itu, terdapat sejumlah ilmu lain yang bersama-sama ‘melahirkan’ Civics.

Ilmu Pembentuk
a) Ilmu Politik, ialah ilmu yang menyelidiki dan mempelajari negara dalam melaksanakan
tugas-tugas yang berkaitan dengan negara.
b) Sejarah Teori-teori Kenegaraan, ialah ilmu yang menyelidiki sejarah perkembangan
negara-negara pada umumnya dalam praktik kenegaraan.
c) Sejarah Teori-teori Politik, yaitu ilmu yang menyelidiki fungsi serta kehidupan yang berlangsung dalam negara-negara berdasarkan teori-teori yang dikemukakan para ahli negara.

Ilmu Bantu
a) Hukum Tata Negara, memberikan sistem norma-norma hukum yang mengatur bentukbentuk
negara, tugas, susunan dan kekuasaan alat-alat perlengkapan negara dalam hubungan yang satu dengan lainnya.
b) Hukum Antarbangsa, untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang cara yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa di dunia dalam pergaulan politik.
c) Ilmu Negara Umum, yang menyelidiki negara pada umumnya.
d) Filsafat Hukum, membantu memikirkan dan menyelami masalah-masalah hukum secara
radikal dan menurut sistem tertentu.
e) Sejarah, memberikan gambaran-gambaran yang nyata tentang sistem politik yang dianut
setiap negara dengan pandangan-pandangan khususnya.
f) Ilmu Jiwa Sosial, menginformasikan kehendak-kehendak sosial masyarakat.
g) Ekonomi, membantu menunjukkan pentingnya aspek ekonomi terhadap tata kehidupan bermasyarakat, seperti tampak pada setiap tindakan politik yang berdampak ekonomis. Demikian pula struktur perekonomian suatu masyarakat dapat memengaruhi lembaga-lembaga politik.
Civics sebagai ilmu praktis
Sebagai ilmu kemasyarakatan, mempelajari masalah hak dan kewajiban warganegara yang
nyata ada dalam masyarakat, Civics bersifat praktis. Hak dan kewajiban itu meliputi sifat
hakikatnya, dasar landasannya, proses berlangsungnya, luas lingkupnya serta hasil-hasil dan
akibatnya. Hak dan kewajiban sebagai konsep fundamental Civics  itu bukanlah hak dan kewajiban segolongan warganegara saja dan dipaksakan untuk tidak dimiliki pula oleh
warganegara lainnya. Dengan kata lain, hak dan kewajiban itu melekat pada seluruh warganegara suatu negara tertentu.

Maka penting sekali peranan etika atau dasar-dasar susila serta pengaruh cita-cita. Pernyataan tentang sumber-sumber atau asal-usul hak dan kewajiban warganegara serta tujuan-tujuan pemilikan hak yang bersifat wajib bagi seorang warganegara sama pentingnya dengan analisis tentang pembinaan dan penggunaan hak dan kewajiban itu sendiri. Semakin jelaslah bahwa dalam ruang lingkup dan kewajiban warganegara yang luas itu, obyek Civics adalah usaha-usaha memperoleh kesadaran dan mempertahankan hak dan kewajiban, penggunaan hak dan kewajiban atau usaha-usaha yang akan menghambat penggunaan hak dan kewajiban itu.

Pembidangan Civics
Pembidangan berdasarkan subyek kurikulum:
1. Civics, istilah umum dengan pengertian sebagai salah satu cabang ilmu sosial.
2. Pengantar Civics, yaitu Civics dengan uraian umum yang berdasar pada metodologi tertentu, misalnya definisi, ilmu-ilmu bantu, esensi, sejarah perkembangan, obyek, tujuan, guna, kedudukan, permasalahan dan sebagainya.
3. Teaching of Civics, yang memberikan penjelasan tentang cara-cara menyajikan Civics di sekolah-sekolah.
4. Special/ Vocational Civics, yaitu suatu bentuk pelajaran Civics yang diberikan kepada
siswa-siswa di sekolah kejuruan (di Indonesia, pelajaran Civics di sekolah kejuruan sama
dengan dengan pelajaran Civics di sekolah umum). Isinya meliputi:

a) hak, kewajiban dan tanggung jawab warganegara di dalam masa pembangunan
b) peranan dan usaha-usaha warganegara dalam bidang-bidang/ lingkungan pekerjaannya
untuk melaksanakan program-program pemerintah
c) tugas-tugas warganegara dalam bidang-bidang ekonomi, pertanian, perdagangan, pengangkutan, teknik, keguruan dan sebagainya, sejajar dengan corak sekolah yang bersangkutan.

Pembidangan berdasarkan materi/ bahan:
1. Civics, Citizenship Education (Pendidikan Kewarganegaraan)
a) Peranan warganegara dalam negara demokrasi
b) Hak dan kewajiban yang berkenaan dengan kewarganegaraan
c) Tanggung jawab yang berkenaan dengan kewarganegaraan
d) Warganegara dan hukum
e) Contemporary affairs dan politik pemerintah serta tindakan-tindakannya
f) Kecakapan dan sikap mental yang berkenaan dengan kewarganegaraan
g) Disiplin warganegara.

2. Civics, Government (Civics yang berhubungan dengan pemerintahan atau Process of Government):
a) Teori dan latar belakang pemerintahan demokrasi
b) Pertanggungjawaban pemerintah
c) Kesejahteraan lahir dan batin
d) Keadilan
e) Kemerdekaan
f) Proses pemerintahan
g) Peranan warganegara dalam proses pemerintahan.

3. Civics, Community (Civics yang berhubungan dengan kemasyarakatan dalam arti luas)
a) Proses pemerintahan (persamaan dasar dan tujuan akhir, struktur dan fungsi, ideologi dan problem, hukum dan administrasi)
b) Kesejahteraan (atas dasar konsep nasionalisme dan kedaulatan, fungsi pemerintah untuk kesejahteraan).

4. Civics, Democracy (Problems of Democracy)
a) Demokrasi sebagai ideologi
b) Demokrasi sebagai sikap hidup dalam arti teoritis, pengertian individu, orang diciptakan sama, dapat menentukan nasibnya sendiri, mencari kebenaran dan keadilan
pentingnya kerjasama, kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat, dan sebagainya
c) Demokrasi sebagai mekanisme pemerintahan yang nyata dalam tindakan atau dalam praktik kehidupan (demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dalam praktik)
d) Dua tingkat tindakan demokrasi (pemilihan umum dan pertanggungjawaban wakil-wakil
rakyat di lembaga-lembaga perwakilan dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kehendak rakyat)
e) Lima unsur tindakan yang memainkan peranan penting di dalam demokrasi modern (kewarganegaraan, hak untuk bersuara, sistem pemilihan, partai-partai politik, kelompok-kelompok atau golongan-golongan dalam masyarakat).

5) Civics, Social Economic and Political Democracy, Civics yang berhubungan dengan demokrasi sosial, demokrasi ekonomi dan demokrasi politik.

Pembidangan lebih lanjut
Pembidangan subyek Civics dalam kurikulum dapat dilanjutkan dengan beberapa
pertimbangan psikologis, kebutuhan atau disesuaikan dengan masa tertentu. Misalnya, bagi
siswa di sekolah dasar, mulai dari kelas terendah disajikan Civics yang ditekankan pada pelajaran moral, meliputi:

a) respect (rasa hormat) kepada penguasa, pemimpin, orang tua, guru, dsb.
b) fair play (watak ksatria)
c) tolerant (sabar) dalam arti menghargai pendapat orang lain
d) interdependent (ketergantungan) dalam pengertian saling bergantung menurut alam hubungan-hubungan kemanusiaan.

Definisi Civics

Pada dasarnya, Civics adalah ajaran yang berhubungan dengan pembentukan warganegara sejati yang sesuai dengan filsafat bangsa (dhi. Pancasila). Termasuk di dalamnya masalah:

a) Obyek : warganegara
b) Tujuan : membentuk warganegara yang bermoral, patriot, sadar bernegara atas dasar filsafat Pancasila
c) Guna : menumbuhkembangkan kesadaran akan tanggung jawab sebagai warganegara untuk pembangunan masyarakat baru Indonesia.

Sumber :
Politik dan Strategi Nasional yang mencakup Otonomi Daerah gatot_sby.staff.gunadarma.ac.id
Keberhasilan Politik dan Strategi Nasional ocw.gunadarma.ac.id
Civicshttp://ruhcitra.wordpress.com