Rabu, 17 April 2013

KPK Periksa Istri Mantan Presiden PKS

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan suap dan pencucian  kasus kuota impor daging sapi dengan tersangka Luthfi Hasan Ishaaq. Hari ini, KPK memeriksa Sutiana Astika yang diketahui merupakan istri Luthfi.

Selain Sutiana, KPK juga memeriksa seorang pelajar. Kapala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha enggan menjelaskan keterkaitan pelajar itu dengan tersangka Luthfi. "Sutiana diperiksa terkait pencucian uang LHI," jelas Priharsa.

Priharsa kemudian menjabarkan saksi-saksi lain yang akan diperiksa, yakni Lusi Tiarani Agustine (ibu rumah tangga), Elly Halida (pejabat pembuat akta tanah), dan Giarti Andiningrum (Branch Manager Bank Muamalat). "Semua untuk tersangka LHI," imbuhnya.

Kemudian, penyidik juga memeriksa sejumlah saksi dari pihak swasta untuk dua tersangka yaitu Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq. Diantaranya adalah Winson Ngan, Sony Putra Samapta, Dina Kardiena Hakim, Adi Radja, Andi Pakurimba Sose, dan Evi Anggraini. "Mereka diperiksa untuk tersangka AF dan LHI," imbuhnya.

Luthfi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap ini setelah KPK menangkap orang dekatnya, Ahmad Fathanah, akhir Januari lalu. Dari tangan Ahmad, KPK menyita uang Rp1 miliar yang diduga suap dari PT Indoguna Utama, importir daging sapi.
KPK juga menetapkan dua pejabat Indoguna Utama sebagai tersangka. Mereka adalah Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi. (sj)

sumber: vivanews

Bank Dunia: Pertumbuhan Ekonomi Asia-Pasifik Masih Tertinggi se-Dunia

Asia Timur dan Pasifik kembali menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi global. Tingkat pertumbuhannya pada 2012 mencapai 7,5 persen, melebihi kawasan-kawasan lain.

Demikian ungkap data Bank Dunia atas perkembangan terkini ekonomi tingkat regional. Saat perekonomian global mulai pulih dari resesi, pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik tahun 2013 diproyeksi naik menjadi 7,8 persen, dan sedikit melemah 7,6 persen pada 2014.

"Kawasan Asia Timur dan Pasifik menyumbang sekitar 40 persen dari pertumbuhan global pada 2012. Ekonomi dunia terus bergantung pada pertumbuhan di kawasan itu, di mana kepercayaan investor melonjak dan pasar-pasar keuangan tetap solid," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, Axel van Trotsenburg, dalam keterangan tertulis dari Singapura kepada VIVAnews hari ini.

Bank Dunia menilai pertumbuhan ekonomi di Asia Pasifik dipengaruhi permintaan domestik yang kuat. Kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong konsumsi dan investasi di kawasan itu juga turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Negara-negara berpendapatan menengah mengalami pertumbuhan yang baik. Di luar China, perekonomian negara-negara itu rata-rata tumbuh 6,2 persen pada 2012, naik cukup signifikan dari 2011 yang sebesar 4,5 persen.

Di China sendiri, yang selama ini dipandang sebagai motor perekonomian di Asia Pasifik, pertumbuhannya tahun kemarin melambat jadi 7,8 persen karena ada upaya-upaya penyeimbangan. Namun, pendapatan di kalangan rumah tangga di China naik lebih dari 9 persen sehingga mendukung konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 4,4 persen dari pertumbuhan ekonomi nasional.

Bank Dunia memproyeksikan ekonomi China akan tumbuh 8,3 persen pada 2013 dan 8 persen pada 2014. Bank Dunia optimistis bahwa perekonomian Asia Pasifik akan tumbuh stabil pada tahun-tahun mendatang.

"Kini waktunya bagi negara-negara untuk mencurahkan perhatian dalam membantu warga yang masih miskin, dengan lebih banyak investasi yang lebih berkualitas untuk mempercepat pertumbuhan yang inklusif," kata van Trotsenburg.  (eh)

sumber: viva news

Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan RI, China

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik tetap stabil tahun ini. Namun pertumbuhan beberapa negara, termasuk Indonesia, diperkirakan sedikit melemah.

Menurut laporan terbarunya mengenai perkembangan ekonomi regional, seperti dikutip kantor berita Reuters, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Sempat diperkirakan tumbuh 6,3 persen, Bank Dunia meralatnya menjadi 6,2 persen, atau melemah 0,1 persen.

Penurunan ini, lanjut laporan Bank Dunia, dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan investasi. Situasi itu sudah diperkirakan sebelumnya. Namun, sejumlah tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Malaysia, diperkirakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.

Selain Indonesia, Bank Dunia juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China, yang merupakan motor utama pertumbuhan Asia Pasifik. Pertumbuhan ekonomi di Negeri Tembok Besar itu tahun ini juga diperkirakan melemah 0,1 persen, dari 8,4 persen menjadi 8,3 persen. Pelemahan ini terkait upaya pemerintah dalam merestrukturisasi ekonominya.

Secara umum, Asia Timur dan Pasifik kembali menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi global. Tingkat pertumbuhannya pada 2012 mencapai 7,5 persen, melebihi kawasan-kawasan lain. Ini didorong menguatnya tingkat permintaan domestik masing-masing negara.

Namun, Bank Dunia memperingatkan perekonomian negara-negara di Asia Pasifik bisa berisiko terlalu panas (overheating) saat ekonomi global mulai pulih dari resesi. Bila permintaan global terus bertambah dan permintaan domestik juga menguat, ekonomi beberapa negara bisa mengalami kelebihan kapasitas produksi saat ini, saat kesenjangan output dan input mulai terasa di beberapa negara.

"Sebagian besar negara di Asia Timur yang tengah berkembang sebenarnya sudah cukup siap mengantisipasi gejolak eksternal, namun langkah-langkah untuk menggenjot permintaan kini sudah kontra produktif dan ini bisa menambah tekanan inflasi," kata Kepala Ekonom Bank Dunia kawasan Asia Timur dan Pasifik, Bert Hofman, dalam keterangannya kepada VIVAnews.

"Rebound yang kuat dalam aliran modal masuk ke kawasan ini terkait kebijakan pengendalian moneter di AS, Uni Eropa, dan Jepang, bisa memperkuat risiko kredit dan harga aset," lanjut Hofman.  (umi)

sumber: vivanews

Ini Paket Internet Tercepat di Dunia


 Layanan akses Internet super cepat besutan Google, Google Fiber, segera mendapat saingan.

Perusahaan teknologi asal Jepang, Sony, telah merilis Nuro, layanan akses Internet berkecepatan 2 Gb per detik (Gbps), dua kali lebih cepat dibanding kecepatan maksimal Google Fiber yang mencapai 1 Gbps.

Sayangnya, untuk saat ini, Sony hanya menawarkan layanan ini kepada sebuah penyedia Internet untuk UKM, apartemen, dan rumahan di Tokyo serta enam distrik lain di Jepang. Bukan di Indonesia.

Biaya langganannya cukup terjangkau, US$50, setara Rp485 ribu per bulan, dengan kontrak dua tahun.

Slashgear melansir, Selasa 16 April 2013, pelanggan juga bisa membayar US$540, setara Rp5,2 juta, untuk instalasi, yang membebaskan tanpa kontrak, jika mengajukan layanan Internet secara online.

Penyedia layanan Internet super cepat Nuro menggunakan GPON, Gigabit-capable Passive Optics Network, sebuah akses jaringan fiber optik khusus untuk pengguna yang mampu mengunduh hingga 2,4 Gb per detik.

Meski menawarkan kecepatan akses super cepat, umumnya komputer yang ada baru mampu menerima akses 1 Gbps, meskipun melalui kabel fiber optik.

Bandingkan dengan tarif di Indonesia. Kocek sekitar Rp500 ribu, pelanggan paling maksimal mendapatkan kecepatan up to 6 Mbps, yakni paket Fastnet Commercial milik First Media, tepatnya Rp595 ribu. Itu pun berbasis sharing alias berbagi kecepatan dengan pelanggan lain, tidak melulu mendapat kecepatan maksimal 6 Mbps.

Sementara itu, pelanggan Telkomspeedy harus merogoh kocek lebih dalam, yaitu Rp645 ribu per bulan, untuk kecepatan yang lebih lamban, maksimum 1 Mbps. (art)
sumber:  vivanews

Internet Gratis DKI di Sejumlah Titik

Akses internet cepat dan terjangkau sudah menjadi kebutuhan warga Ibukota. Tak hanya di tempat beraktivitas sehari-hari seperti kantor, kampus, atau pusat perbelanjaan, keberadaan fasilitas akses internet cepat juga dibutuhkan saat warga tengah melakukan mobilitas atau berada di perjalanan. 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berupaya menjawab kebutuhan tersebut. Upaya ini diwujudkan melalui penyediaan fasilitas hotspot dan wireless fidelity (WiFi) di sejumlah ruas jalan protokol yang mulai dapat dimanfaatkan warga Jakarta sejak September lalu.

Pemanfaatan fasilitas ini bersifat umum dan tak terbatas. Selain para pengguna bus Transjakarta di koridor I, III dan IX, yang haltenya memang berada di kedua ruas jalan tersebut, masyarakat lain yang kebetulan melintas di Jalan Sudirman - Jalan Thamrin dan Jalan S. Parman Grogol - Jalan Gatot Subroto - Jalan MT Haryono juga dapat memanfaatkan fasilitas ini.

Akses Cepat

Layanan hotspot dan WiFi ini dapat digunakan hanya dengan mengakses service set identification (SSI): DKI _Freehotspot_nama lokasi. Sebagai ilustrasi, warga yang sedang berada di sekitar Bank Indonesia dapat mengakses SSI: DKI_Freehotspot_BankIndonesia. Sementara itu, warga yang sedang berada di sekitar Sarinah dapat mengakses SSI: DKI_Freehotspot_Sarinah, dan seterusnya.

Warga yang melintasi ruas-ruas jalan di atas, dapat langsung mengaktifkan akses tersebut lewat ponsel atau tablet mereka. Selanjutnya, mereka dapat bebas “berselancar” lewat browser, membaca situs berita atau media sosial.

Tak hanya itu, warga yang mengakses layanan ini juga berkesempatan membuka video streaming melalui situs youtube.com. Berdasarkan percobaan akses yang dilakukan Media Jaya, gambar yang dihasilkan lewat streaming tersebut dapat dikategorikan berkualitas baik, artinya tidak patah-patah (buffering). Begitupula saat dicoba untuk mendownload aplikasi lewat Google Play, tidak ditemukan kendala yang berarti.

Tersedianya layanan hotspot dan wifi dengan kecepatan yang cukup memadai ini tentu menjadi kabar baik bagi warga Jakarta. Apalagi, fasilitas layanan ini memiliki kapasitas unggah (upload) maupun unduh (download) dalam rentang 10-20MBPS. (WEBTORIAL)

sumber:  vivanews

Ilmuwan RI Perkenalkan Alat Pemindai Otak 4 Dimensi

Ilmuwan Indonesia, Warsito P Taruno, untuk pertama kali mempublikasikan hasil temuannya, yaitu alat pemindai aktivitas otak yang diberi nama 4D Brain Activity Scanner berbasis Electrical Capacitance Volume Tomography (tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis).

Temuannya ini telah dipatenkan di lembaga paten dunia WIPO/PTO tahun 2006 pada International Symposium on Biomedical Imaging yang diselenggarakan oleh IEEE di San Francisco, Amerika Serikat, pada 7-11 April 2013.

Untuk diketahui, IEEE merupakan organisasi ilmiah profesional internasional terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 425.000 anggota dari 160 negara. Ruang lingkup aktivitasnya mencakup pengembangan inovasi teknologi termaju di hampir seluruh bidang, membuat standarisasi teknologi, dan menggelar aktivitas profesional dan pendidikan.

"ECVT digunakan untuk mengukur sinyal-sinyal listrik yang dihasilkan dari aktivitas otak manusia dan merekonstruksi citra volumetrik-nya," kata Warsito P Taruno, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews.

Ini teknologi pertama di dunia yang bisa melakukan pemindaian terhadap aktivitas otak manusia secara 4D dan real-time. Dalam aplikasinya, ini bisa dipakai untuk melakukan studi terhadap otak manusia (neuroscience) dan menangkap abnormalitas yang terjadi pada otak akibat gangguan seperti eplepsy, Alzheimer.
Dalam kesehariannya, pria kelahiran Solo 46 tahun yang lalu itu
menjabat direktur eksekutif CTECH Labs Edwar Technology, sebuah lembaga riset swasta yang fokus pada pengembangan teknologi di bidang pemindaian untuk industri dan kedokteran, serta teknologi kesehatan untuk terapi dan diagnostik penyakit kanker.

CTECH Labs berkantor di komplek Business Technology Incubation Center (BTIC) di kawasan bisnis baru Alam Sutera, Tangerang Selatan, yang dikelola oleh Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI).

Terinspirasi oleh Silicon Valley, Palo Alto, lembaga ini ditujukan mempromosikan hasil riset untuk aplikasi di industri dan mendorong munculnya perusahaan-perusahaan berbasis teknologi tinggi di Tanah Air. (umi)

sumber: viva news

SISTEM PERBANKAN ELEKTRONIK

SISTEM PERBANKAN ELEKTRONIK
Inovasi perbankan berbasis teknologi informasi di industri perbankan dewasa ini memberikan dampak efisiensi dan efektivitas yang luar biasa. Sebagai contoh, adanya produk-produk electronic banking seperti ATM, Kartu Kredit, Kartu Debet, Internet Banking, SMS/mobile banking, phone banking, dll, telah mendorong layanan perbankan menjadi relatif tidak terbatas, baik dari sisi waktu maupun dari sisi jangkauan geografis. Hal ini pada gilirannya telah meningkatkan volume dan nilai nominal transaksi keuangan di perbankan secara sangat signifikan.
Berdasarkan data di Bank Indonesia, transaksi elektronik yang dilakukan dengan menggunakan kartu (kartu kredit, kartu debet, ATM, kartu ATM + debet) di Indonesia selama jangka waktu Januari s/d Agustus 2008, jumlah transaksi yang terjadi adalah sebanyak 980,4 juta transaksi dengan nilai nominal transaksi Rp1.463 triliun, dan jumlah kartu yang beredar sebanyak 51,35 juta kartu yang diterbitkan oleh 118 penyelenggara (53 penerbit kartu ATM, 20 penerbit kartu kredit, 38 penerbit kartu ATM+Debet, dan 7 penerbit kartu prabayar).[1]
Pemanfaatan teknologi informasi bagi industri perbankan dalam inovasi produk jasa bank juga dibayang-bayangi oleh potensi risiko kegagalan sistem dan/atau risiko kejahatan elektronik (cybercrime) yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Kegagalan sistem dapat disebabkan karena adanya kerusakan sistem (seperti misalnya server down), dan dalam skala luas bisa disebabkan karena adanya bencana alam. Sementara itu, cybercrime yang terjadi pada industri perbankan di Indonesia cenderung meningkat di Indonesia seperti terjadinya identity theft, carding, hacking, cracking, phising, viruses, cybersquating, ATM fraud, dll. Berdasarkan data Bank Indonesia, terdapat peningkatan yang signifikan terkait penipuan E-Banking dalam 2 tahun terakhir. Pada tahun 2006 terdapat volume laporan 57,766 dengan nilai Rp. 36,5 Triliun, sedangkan pada tahun 2007 terdapat volume laporan 532.533 dengan nilai Rp. 45,7 Triliun[2].
II. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Transaksi Elektronik
Transaksi yang dilakukan secara elektronik pada dasarnya adalah perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan sistem elektronik berbasiskan komputer dengan sistem komunikasi, yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global atau internet (vide Pasal 1 angka 2 UU ITE)[3].
Hubungan hukum merupakan merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (subyek hukum) yang mempunyai akibat hukum (menimbulkan hak dan kewajiban) dan diatur oleh hukum. Dalam hal ini hak merupakan kewenangan atau peranan yang ada pada seseorang (pemegangnya) untuk berbuat atas sesuatu yang menjadi obyek dari haknya itu terhadap orang lain. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh seseorang untuk memperoleh haknya atau karena telah m,endapatkan haknya dalam suatu hubungan hukum. Obyek hukum adalah sesuatu yang berguna, bernilai, berharga bagi subyek hukum dan dapat digunakan sebagai pokok hubungan hukum. Sedangkan subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajibannya atau memiliki kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid).
Dalam lingkup privat, hubungan hukum tersebut akan mencakup hubungan antar individu, sedangkan dalam lingkup public, hubungan hukum tersebut akan mencakup hubungan antar warga negara dengan pemerintah maupun hubungan antar sesama anggota masyarakat yang tidak dimaksud untuk tujuan-tujuan perniagaan, yang antara lain berupa pelayanan publik dan transaksi informasi antar organisasi Pemerintahan[4].
Dalam kegiatan perniagaan, transaksi memiliki peran yang sangat penting. Pada umumnya makna transaksi seringkali direduksi sebagai perjanjian jual beli antar para pihak yang bersepakat untuk itu, padahal dalam persepektif yuridis, terminologi transaksi tersebut pada dasarnya ialah keberadaan suatu perikatan maupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Makna yuridis transaksi pada dasarnya lebih ditekankan pada aspek materiil dari hubungan hukum yang disepakati oleh para pihak, bukan perbuatan hukumnya secara formil. Oleh karena itu keberadaan ketentuan hukum mengenai perikatan tetap mengikat walaupun terjadi perubahan media maupun perubahan tata cara bertransaksi. Hal ini tentu saja terdapat pengecualian dalam konteks hubungan hukum yang menyangkut benda tidak bergerak, sebab dalam konteks tersebut perbuatannya sudah ditentukan oleh hukum, yaitu harus dilakukan secara ”terang” dan ”tunai”
Dalam lingkup keperdataan khususnya aspek perikatan, makna transaksi tersebut akan merujuk keperdataan khususnya aspek perikatan, makna transaksi hukum secara elektronik itu sendiri akan mencakup jual beli, lisensi, asuransi, sewa dan perikatan-pertkatan lain yang lahir sesuai dengan perkembangan mekanisme perdagangan di masyarakat. Dalam lingkup publik, maka hubungan hukum tersebut akan mencakup hubungan antara warga negara dengan pemerintah maupun hubungan antar sesama anggota masyarakat yang tidak dimaksudkan untuk tujuan-tujuan perniagaan. Mengenai definisi public, dalam Black Law Dictionary disebutkan bahwa public is relating or belonging to an entire community, state, or nation[5].
III. Kontrak Elektronik dan Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum dalam kontrak elektronik timbul sebagai perwujudan dari kebebasan berkontrak, yang dikenal dalam KUH Perdata. Asas ini disebut pula dengan freedom of contract atau laissez faire. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku halnya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” Mengenai freedom of contract ini, menarik untuk disimak apa yang dipaparkan oleh Aduru Rajendra Prasad sebagai berikut :
“The freedom of contract doctrine is an extension of ‘one of the most cherished aspects of individual liberty. It is nothing but leaving the parties as the best judges of their own bargains and persuading them to subjects to their own obligations. The doctrine was given full play in the 19th century on the ground that the parties are the best judges of their own interest, and if they freely and voluntarily entered into a contract the only function of the court was to enforce it. It was a reasonable social ideal and was upheld unless “injury is done to the economic interests of the community. Freedom of contract was judicially supported for the reason that is emphasized ‘the need for stability, certainty and predictability.”[6]
Asas kebebasan berkontrak disebut dengan “sistem terbuka”, karena siapa saja dapat melakukan perjanjian dan apa saja dapat dibuat dalam perjanjian itu.
Dengan demikian perjanjian mempunyai kekuatan mengikat sama dengan undang-undang, bagi mereka yang membuat perjanjian. Pengertian ini mengandung makna bahwa perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang melakukan perjanjian, sehingga pihak ketiga atau pihak luar tidak dapat menuntut suatu hak berdasarkan perjanjian yang dilakukan pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
Meskipun demikian, terdapat pembatasan terhadap kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa perjanjian sah, apabila didasarkan pada:
1. Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri (agreement);
2. Kecakapan dari pihak-pihak (Capacity);
3. Mengenai hal tertentu (Certainty of terms);
4. Suatu sebab yang halal (Consideration).
ELECTRONIC FUND TRANSFER SYSTEM
Sejak tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan kepada stakeholder yakni perbankan nasional apa yang disebut real time gross settlement (RTGS). BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Melalui mekanisme BI-RTGS ini rekening peserta dapat didebit dan dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Setidaknya ada tiga alasan pokok mengapa BI memakai settlement melalui RTGS. Alasan pertama, jika membuka kembali literatur dan merujuk hasil studi empiris, ada semacam kesadaran baru dari bank-bank sentral di seantero jagad ini untuk mengelola Large Value Transfer System (LVTS). Sistem BI-RTGS dapat mengurangi risiko sistemik. Yang dimaksud dengan risiko sistemik adalah risiko kegagalan salah satu peserta dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Kegagalan bayar ini akan membuat peserta bank lain juga ikut terancam. Bahkan dalam situasi ekstrem, gagal bayar ini berpotensi memicu kesulitan finansial yang lebih luas yang dapat mengancam stabilitas sistem pembayaran.
Alasan kedua, melalui sistem RTGS dapat mengurangi timbulnya float yang diharapkan dapat menyokong efektifitas pengawasan perbankan. Pada sisi lain dengan pengelolaan likuiditas yang baik di sektor perbankan juga akan membantu efektifitas kebijakan moneter. Alasan ketiga, sistem RTGS membuka peluang integrasi dengan berbagai aplikasi sistem pembayaran. Sebut saja seperti pasar uang dan pasar modal yang menganut prinsip Delivery versus Payment (DVP) atau bisa juga melakukan transaksi secara cross border payment melalui Payment versus Payment (PVP).
Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui aplikasi sistem BI-RTGS, antara lain dengan BI-RTGS transfer dana antar peserta lebih cepat, efisien, andal dan aman. Selain itu setidaknya ada kepastian settlement dengan lebih segera. Sistem BI RTGS ini akan memperlihatkan informasi rekening peserta secara real time dan menyeluruh. Bagi peserta RTGS juga dituntut untuk disiplin dan profesional dalam mengelola likuiditas mereka. Dan diharapkan melalui sistem RTGS ini akan mengurangi berbagai risiko settlement.
Saat ini aplikasi sistem BI-RTGS sudah berjalan di semua Kantor Bank Indonesia (KBI) di seluruh Indonesia. Sudah ada 148 peserta BI-RTGS yang terdiri atas 125 bank konvensional, 21 bank syariah/UUS dan dua peserta non-bank. Indonesia adalah negara kedelapan di Asia yang mengaplikasikan RTGS. Sedangkan di dunia baru ada 30 negara yang mengaplikasikannya. Jumlah dan nilai transaksi RTGS menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
- Automated teller machine (ATM).
Terminal elektronik yang idsediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
- Computer banking.
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
- Debit (or check) card.
Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
- Direct deposit.
Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
- Direct payment (also electronic bill payment).
Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
- Electronic bill presentment and payment (EBPP).
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar taguhan tersebut secara online juga jika berkenan. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
- Electronic check conversion.
Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (number rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik.
- Electronic fund transfer (EFT).
Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
- Payroll card.
Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
- Preauthorized debit (or automatic bill payment).
Bentuk pembuayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
- Prepaid card.
Salah satu tipe Stored-value card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.
- Smart card.
Salah satu tipe stored-value card yang didalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada system terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi public) atau system tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
- Stored-value card.
Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.

c. Prinsip penerapan E-Banking dan M-Banking
Saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia sebagai berikut:
1. ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri
Ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.

sumber: http://www.bombomers.co.cc/2011/05/jenis-jenis-teknologi-e-banking.htm/
http://galih147.wordpress.com/2011/06/27/sistem-perbankan-elektronik/

SISTEM KLIRING DAN PEMINDAHAN DANA ELEKTRONIK



1.Prinsip kliring
Pengertian umum kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.  Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada awalnya dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan suasana “pasar burung”.
Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi  dapat diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001 


2.Informasi pada check dan struktur kode mirc

http://merixyz.files.wordpress.com/2012/04/221.jpg?w=353&h=180  

3. Sistem kliring data elekronik diindonesia 
 Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.[1] Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.
Dalam menjalankan mandat tersebut, Bank Indonesia mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.
  • Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran.
  • Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.
  • Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa Bank Indonesia tidak menginginkan adanya praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk.
  • Terakhir adalah kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.
Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran diejawantahkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar atau biasa disebut clean money policy.
Secara garis besar Sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu Sistem pembayaran tunai dan Sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar dari kedua jenis sistem pembayaran tersebut terletak pada instrumen yang digunakan. Pada sistem pembayaran tunai instrumen yang digunakan berupa uang kartal, yaitu uang dalam bentuk fisik uang kertas dan uang logam, sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai instrumen yang digunakan berupa Alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), Cek, Bilyet Giro, Nota Debet, maupun uang elektronik.

Uang kertas dan uang logam terdiri dari beberapa pecahan dengan masing-masing tahun emisinya sebagai berikut: Pecahan uang kertas dan uang logam beserta gambar

Ruang Lingkup
Ruang lingkup sistem pembayaran:
  • Nilai besar, diselenggarakan oleh Bank Indonesia:
    • Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
    • Bank Indonesia Scripless Securities Settlement (BI-SSSS)
  • Nilai kecil:
    • Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), diselenggarakan oleh Bank Indonesia
    • Instrumen pembayaran elektronis, diselenggarakan oleh industri (Bank dan non-Bank):
      • Alat pembayaran menggunakan kartu (APMK):
        • Kartu kredit
        • Kartu ATM/Debit
        • Kartu prabayar (prepaid)
      • Uang elektronik (e-money)
    • Kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU), diselenggarakan oleh industri (Bank dan non-Bank)
Penyelenggara sistem pembayaran non-Bank saat ini terdiri dari Institusi jasa keuangan, Koperasi dan Institusi penyedia jasa telekomunikasi.
Selain hal-hal di atas, masih terdapat instumen pembayaran lain yaitu e-wallet. Beberapa contoh yang termasuk dalam kategori e-wallet adalah PayPal, Doku, Rakuten, dan RekBer. Kategori e-wallet belum diatur oleh Bank Indonesia.
Komponen sistem pembayaran
Komponen-komponen yang membangun sebuah sistem pembayaran terdiri dari Regulator, Penyelenggara, Infrastruktur, Instrumen, dan Pengguna.
  • Regulator berwenang mengatur aturan main, ketentuan, dan kebijakan yang mengikat seluruh komponen sistem pembayaran.
  • Penyelenggara adalah lembaga yang memastikan penyelesaian akhir dari seluruh transaksi yang terjadi di penggunanya.
  • Infrastrukur adalah sarana fisik yang mendukung operasional sistem pembayaran.
  • Instrumen adalah alat pembayaran baik tunai maupun non-tunai yang disepakati oleh para pengguna dalam melakukan transaksi.
  • Pengguna adalah konsumen yang memanfaatkan Sistem pembayaran.
Volume transaksi
Perkembangan volume transaksi BI-RTGS:
Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011*)
Volume (juta transaksi)
8,61
10,32
11,22
14,00
11,71
Nominal (juta rupiah)
42.925,97
39.622,13
34.194,45
54.169,75
45.772,96
Perkembangan transaksi SKNBI:
Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011*)
Volume (juta transaksi)
79,22
85,59
82,33
90,96
72,23
Nominal (juta rupiah)
1.400,49
1.663,98
1.559,65
1.747,70
1.442,90
Perkembangan transaksi APMK:
Account based:
Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011*)
Volume (juta transaksi)
1.103,23
1.353,81
1.561,16
1.812,08
1.461,69
Nominal (juta rupiah)
1.679,40
2.056,18
1.811,50
2.001,85
1.608,24
Kartu kredit:
Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011*)
Volume (juta transaksi)
129,29
166,74
182,62
199,04
137,81
Nominal (juta rupiah)
72,60
107,27
136,69
163,21
119,63

Perkembangan transaksi uang elektronik:
Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011*)
Volume (juta transaksi)
0,59
2,56
17,44
26,54
24,86
Nominal (juta rupiah)
5,27
76,68
519,21
693,47
617,01
Perkembangan transaksi KUPU Non-Bank:
Keterangan
2009
2010
2011*)
Volume (juta transaksi)
130,88
987,05
1.117,92
Nominal (juta rupiah)
954,31
4.230,95
5.185,26
Isu strategis
  • Evaluasi ketentuan kartu kredit
    • Peningkatan aspek keamanan dalam penyelenggaraan kartu kredit
    • Peningkatan aspek prudential dalam kartu kredit
    • Aspek perlindungan bagi pemegang kartu kredit (penggunaan tenaga pihak ketiga dalam penagihan kartu kredit)
  • Migrasi chip pada kartu ATM/Debet
    • Penggunaan standard teknologi chip yang disepakati industri dan telah disetujui Bank Indonesia
    • Mengganti sarana otentikasi dari tanda tangan menjadi PIN minimal 6 digit
  • Peningkatan status penyelenggara KUPU sebagai dampak diberlakukannya Undang-Undang No.3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dimana setiap penyelenggara transfer dana harus berbadan hukum.
  • Menghadapi Asean Economic Community. Berkaitan denga perdagangan bebas antar anggota negara ASEAN dalam Wawasan 2020 ASEAN. Dengan adanya kemajuan teknologi, lintas batas antar negara menjadi tidak ada artinya.
  • Memfasilitasi pembentukan Self Regulating Organization, misal Komite Bye-Laws dan focus group SKNBI.
Arah pengembangan
  • Pengembangan sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II
    • Peningkatan efisiensi likuiditas transaksi pembayaran nilai besar
    • Penyesuaian terhadap standard industri keuangan internasional
    • Peningkatan kapasitas transaksi pada sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
  • Mendorong terbentuknya National Payment Gateway (NPG)
    • Peningkatan efisiensi investasi infrastruktur secara nasional dalam industri
    • Penurunan biaya penyelenggaraan transaksi baik dari sisi industri maupun pengguna
  • Interoperability 
    • Peningkatan efisiensi penyelenggaraan kegiatan 
    • Perluasan dan peningkatan akses layanan dalam penggunaan.
4.bank indonesia real time gross settlement (BI-RTGS) 
bank indonesia real time gross settlement RTGS (Real-Time Gross Settlement). Sistem RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat Real-time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat di-debit / di-kredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.Dengan sistem RTGS, peserta pengirim melalui terminal RTGS di tempatnya mentransmisikan transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS Central Computer /RCC) di Bank Sentral (dalam hal ini Bank Indonesia untuk proses settlement. Jika proses settlement berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada peserta penerima. Keberhasilan proses settlement tergantung dari kecukupan saldo peserta pengirim karena dalam sistem BI-RTGS peserta hanya diperbolehkan untuk mengkredit peserta lain. Dengan kata lain, peserta RTGS harus meyakinkan bahwa saldo rekeningnya di Bank cukup sebelum peserta tersebut melaksanakan transfer ke perserta RTGS lainnya.Penerapan sistem RTGS di Indonesia telah dimulai sejak tanggal 17 November 2000 dengan nama Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). 


sumber: 
http://wijayantidede.blogspot.com/2013/04/tugas-iii-sistem-kliring-dan-pemindahan.html